Siapa Aku?
Hidupku mungkin tidak bisa dijadikan rangkaian cerita yang cukup
menarik untuk dibaca karena bukan sesuatu yg begitu “Wah” apalagi istimewa.
Aku lahir dari orangtua
beda benua, beda keyakinan, beda usia, dan segudang perbedaan. Hingga umurku 10
tahun aku tak pernah tahu seperti apakah itu seorang papa, sosok bagaimanakah
seorang papa itu, namun hal itu tidak membuatku tumbuh jadi seorang pemurung
atau pasif, aku tak kekurangan perhatian dan kasih sayang dari orang2 yang ada
di sekelilingku, bahkan aku belajar tentang cinta dan mencintai tanpa pamrih
dari kedua orangtuaku, aku bangga pada kesabaran & kesetiaan mereka yang
tak pernah pudar walau dipisah jarak dan waktu.
Pada rentang umur mudaku, aku adalah penganut "multi"
agama, aku suka ikut mamaku yang Budha waktu itu jika ada perayaan-perayaan, dan
aku juga sering ikut teman2 kecilku di setiap minggu berkumpul di tempat yang
mereka panggil gereja.
Hari ultahku yang ke 10 adalah hari dimana aku bertemu dengan
sosok papa yang dari lahir cuma kukenal lewat pigura foto perkawinan orangtuaku.
Papa ingin kami berkumpul sebagai satu keluarga lalu yang aku ingat setelah pro
dan kontra alot dari keluarga mamaku adalah, aku ada dibelahan benua lain yang
sangat asing. “Tadaaa” hari-hariku berubah.
Suatu minggu tetangga kami dibelahan benua yang baru aku kenal,
mengajakku ke tempat yang mereka panggil gereja, semua tampak berbeda, namun
ketika aku berdiri di depan pintunya yang besar, entah mengapa rasanya seperti
pulang ke rumah.
Berdiri dari depan pintu besarnya aku dapat melihat sebuah meja
dari batu yang lebar kokoh diselimuti kain putih berenda cantik dan dihiasi 2
buah lilin putih berukuran sederhana di sudut-sudutnya, sementara di
belakangnya ada sebuah lemari kecil yang ditemani lampu kecil menyala seperti
pelita & diatasnya ada salib tinggi menjulang yang juga dulu sering aku
lihat di gereja tempat aku berkumpul dgn teman2ku.
Hanya saja salib yang ini berbeda karena ada figur seseorang
yang tepatri di depan salib, figur yg terlihat sengsara dengan paku tertancap
di kaki & tangannya, ada mahkota duri dikepalanya yang berdarah & luka
di tubuhnya yg terlihat sangat menyakitkan, namun di raut wajahnya dengan
mata terpejam itu entah mengapa terlihat begitu damai, menyejukkan hati
seolah-olah semua itu bukan sesuatu yang berat, bukan sesuatu yang menyedihkan.
Selain salib itu ada
beberapa patung disana seperti patung-patung di tempat mama selalu mengajakku,
hanya bedanya disini patungnya tdk banyak dan sepertinya patung itu dalam figur
wanita.
Ada patung seorang wanita berdiri dengan tangan dikatup rata 10
jarinya, ada mahkota bintang-bintang dikepalanya, sebuah kalung panjang dari
jalinan manik-manik bulat ditangannya & bunga mawar dikakinya.
Lalu di sisi lainnya ada sebuah patung lagi yang dipahat
membentuk seorang wanita yang merentangkan tangannya seperti seorang ibu
hendak memeluk anaknya tanpa mahkota dengan kakinya menginjak kepala seekor
ular. Selain itu ada foto seperti lukisan yang tertempel di bingkai besar gambar
wanita bermahkota sedang menggendong seorang anak kecil.
Bangunan yang disebut gereja ini sungguh berbeda dari yang
tempat yg sering kudatangi bersama teman-temanku di tempat dahulu. Orang-orang
yg datang mencelupkan jarinya di air yg tersedia dalam mangkok kecil di samping
pintu sedikit berlutut dan membuat tanda dari kepala ke dada dan ke kedua bahu,
semua ini sungguh baru buatku tapi tidak tahu mengapa rasanya tidak asing,
seperti pulang ke rumah.
Tetanggaku mengatakan bahwa ini adalah Gereja Katolik dan
perjalanan imanku dimulai dari hari itu, ketika aku berdiri di depan pintu
Gereja Katolik dengan perasaan tak asing dan rasa seperti “I am Home”.
Apakah setelah itu hidupku dari seorang anak kecil di belahan
benua asing menjadi lebih mudah? Akan kujawab tidak, nanti jika ada lain
kesempatan akan kuceritakan. Namun yang pasti seiring waktu aku tahu yang perlu
aku lakukan adalah percaya saja padaNYA segala seuatu selalu indah pada
waktuNYA.
“Be Gratefull, for today’s problem is
enough for a day, tomorrow have its own blessing”
Sekadar cerita dari,
Selvestra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar