Rapat bulan ini adalah rapat yang terakhir di tahun 2018. Rapat yang diadakan pada tanggal 16 Desember lalu adalah sekaligus menyambut Minggu Advent ketiga. Pada kesempatan ini kami juga merenungkan makna Masa Advent itu sendiri. mulai dari Minggu Advent pertama. Acara yang dipimpin oleh sie acara (Rian dan Bellina) berlangsung cukup hikmat. Berikut foto-foto suasana saat rapat berlangsung dan sesudah rapat.
Sampai ketemu lagi di tahun yang baru!!!!
Kamis, 27 Desember 2018
Menyambut Tugas Berikutnya
Natal
memang sudah lewat tetapi janganlah kita melupakan makna Natal itu sendiri.
Biarlah damai dan suka cita Natal senantiasa selalu menyertai kita semua.
Setelah menyelesaikan tugas Natal, kami akan mulai mempersiapkan diri kami
untuk mulai menyambut tugas yang berikutnya yaitu Paskah. Untuk tugas Paskah
lebih membutuhkan persiapan dan anggota lebih banyak daripada saat Natal.
Dimulai dari awal memasuki masa Pra-Paskah itu sendiri yaitu Rabu Abu, lalu
masa Pekan Suci, yakni Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu suci dan
Minggu Paskah. Bahkan pada Jumat Agung lalu tepatnya 30 Maret 2018, kami
melakukan persiapan yang lebih panjang yaitu 6 bulan sebelumnya. Karena pada
Jumat Agung lalu kami diberikan sebuah “tantangan” untuk maju sebagai petugas Passio.
Ini adalah pengalaman pertama kami karena kami belum pernah melakukannya
sebelumnya. Kami yang biasanya hanya bertugas membaca, pada kesempatan itu kami
harus bernyanyi. Tetapi hal ini dapat kami lalui dengan baik berkat bimbingan
dari ci Fang-fang yang dengan sabar melatih kami yang hampir tidak memiliki
basic bernyanyi.
link > Ibadat Jumat Agung 2018 <
Minggu, 23 Desember 2018
SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU 2019
Makna Natal Sesungguhnya
Natal itu adalah “Pesta Hati”. Untuk apa merayakan Natal dengan hati yang usang dan luka-luka menganga dan meradang bernanah? Untuk apa pesta Natal dengan hidangan penuh kemewahan tetapi dengan hati yang tidak lahir baru dan hambar karens musuh ada dimana-mana? Dengan rasa hati yang basi. Untuk apa pesta yang akan kita wujudkan untuk menyambut lahirnya Sang Juru Selamat, kalau kita tidak mempersiapkan sebuah hidup baru dan Kudus di hadapan-Nya? Kita seharusnya merayakan peristiwa Natal dengan rasa penuh damai dan suka cita. Kita lengkapi Puji-pujian yang kita nyanyikan dengan perbuatan. Aksi-aksi sosial yang kita persembahkan untuk Tuhan melalui sesama kita lakukan dengan tulus hati. Bukanlah sekedar kebohongan publik semata. Mari kita terus mengoreksi batin, masihkah ada dendam/luka di hati? Kita sambut kelahiran Yesus Kristus dengan hati yang bersih dan Kudus. Selamat Natal. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Berikut ini Link video ucapan Natal dari kami termasuk dari Public Figure Indonesia -> https://www.youtube.com/watch?v=HsYhZm4c4yg
Cr : dari berbagai sumber
Setelah
melewati Masa Advent, maka sampailah kita pada hari yang ditunggu-tunggu, yaitu
Hari dimana kita memperingati kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Selama masa
Advent kita diberi kesempatan untuk mengisinya dengan mempersiapkan hati kita untuk menjadi orang
yang lebih baik dan menyucikan hati ini dengan melakukan hal-hal baik. Tapi
sebenarnya apakah makna dari hari Natal itu sendiri? Apakah Natal itu harus
kita rayakan dengan pesta pora? Apakah perayaan Natal itu harus berarti selalu
memakai baju baru? Tidak salah jika kita memang ingin memakai baju baru, tetapi
paling tidak kita dapat memahami makna Natal yang sesungguhnya. Natal sendiri
sebenarnya mempunyai beberapa makna.
Natal
adalah “pengorbanan.” Yesus Kristus telah rela datang ke dunia untuk
membebaskan kita umat manusia dari segala belenggu dosa dan memberikan kita
hidup kekal nantinya di Surga bersama-sama dengan-Nya. Tapi, apakah yang dapat
kita korbankan untuk Yesus Kristus?
Natal
adalah “solidaritas.” Yesus Kristus adalah anak Allah yang Kudus. Tetapi Dia
rela untuk lahir ke dunia dan mengambil rupa sebagai seorang manusia/hamba agar
dapat mati bagi dosa-dosa dunia. Yesus Kristus sendiri pada hakekatnya setara
dengan Allah (Flp 2:5-11).
Natal
adalah “kesederhanaan”. Yesus Kristus bukanlah lahir di tempat mewah, melainkan
Dia lahir hanya di sebuah kandang domba. Yesus Kristus bukanlah terlahir dalam
sebuah istana dan bukan dari keluarga yang hidup berkelimpahan harta benda,
melainkan Dia lahir dari sebuah keluarga sederhana dan Dia lahir di sebuah kota
kecil yakni Betlehem. Kelahiran-Nya bukan diberitakan kepada para Raja ataupun
orang besar lainnya, namun hanya kepada para pengembala domba yang sederhana
(Luk 2:8-12). Jadi kita patut merayakan Natal secara sederhana bukan dengan
penuh kemewahan. Seperti layaknya peristiwa Natal yang pertama.
Natal
adalah universal. Natal itu adalah untuk segala bangsa. Hal ini dapat dilihat
dari pemberitahuan Malaikat kepada para gembala di padang Efrata (Luk 2:10).
Natal itu adalah “Pesta Hati”. Untuk apa merayakan Natal dengan hati yang usang dan luka-luka menganga dan meradang bernanah? Untuk apa pesta Natal dengan hidangan penuh kemewahan tetapi dengan hati yang tidak lahir baru dan hambar karens musuh ada dimana-mana? Dengan rasa hati yang basi. Untuk apa pesta yang akan kita wujudkan untuk menyambut lahirnya Sang Juru Selamat, kalau kita tidak mempersiapkan sebuah hidup baru dan Kudus di hadapan-Nya? Kita seharusnya merayakan peristiwa Natal dengan rasa penuh damai dan suka cita. Kita lengkapi Puji-pujian yang kita nyanyikan dengan perbuatan. Aksi-aksi sosial yang kita persembahkan untuk Tuhan melalui sesama kita lakukan dengan tulus hati. Bukanlah sekedar kebohongan publik semata. Mari kita terus mengoreksi batin, masihkah ada dendam/luka di hati? Kita sambut kelahiran Yesus Kristus dengan hati yang bersih dan Kudus. Selamat Natal. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Petugas Misa Malam Natal pk 18.00 (Rian dan Wina bersama Ketua Liturgi Sr Baptista PI) |
Petugas Misa Malam Natal pk 20.30 ( Anton dan Lisa bersama Rm Bambang Rudianto SJ) |
Petugas Misa Natal pk 7.00 (Sherly dan Cynthia bersama Rm Nicolaus Dibyadarmaja SJ) |
Petugas Misa Natal pk 9.00 Misa anak-anak (Yansen dan Vinda bersama Rm Agustinus Purwantoro SJ & Rm Bambang Rudianto SJ) |
Petugas Misa Natal pk 18.00 (Revina dan Ita bersama Rm Agustinus Purwantoro SJ) |
Cr : dari berbagai sumber
Sabtu, 15 Desember 2018
[SHARING IMAN] Siapa Aku?
Siapa Aku?
Hidupku mungkin tidak bisa dijadikan rangkaian cerita yang cukup
menarik untuk dibaca karena bukan sesuatu yg begitu “Wah” apalagi istimewa.
Aku lahir dari orangtua
beda benua, beda keyakinan, beda usia, dan segudang perbedaan. Hingga umurku 10
tahun aku tak pernah tahu seperti apakah itu seorang papa, sosok bagaimanakah
seorang papa itu, namun hal itu tidak membuatku tumbuh jadi seorang pemurung
atau pasif, aku tak kekurangan perhatian dan kasih sayang dari orang2 yang ada
di sekelilingku, bahkan aku belajar tentang cinta dan mencintai tanpa pamrih
dari kedua orangtuaku, aku bangga pada kesabaran & kesetiaan mereka yang
tak pernah pudar walau dipisah jarak dan waktu.
Pada rentang umur mudaku, aku adalah penganut "multi"
agama, aku suka ikut mamaku yang Budha waktu itu jika ada perayaan-perayaan, dan
aku juga sering ikut teman2 kecilku di setiap minggu berkumpul di tempat yang
mereka panggil gereja.
Hari ultahku yang ke 10 adalah hari dimana aku bertemu dengan
sosok papa yang dari lahir cuma kukenal lewat pigura foto perkawinan orangtuaku.
Papa ingin kami berkumpul sebagai satu keluarga lalu yang aku ingat setelah pro
dan kontra alot dari keluarga mamaku adalah, aku ada dibelahan benua lain yang
sangat asing. “Tadaaa” hari-hariku berubah.
Suatu minggu tetangga kami dibelahan benua yang baru aku kenal,
mengajakku ke tempat yang mereka panggil gereja, semua tampak berbeda, namun
ketika aku berdiri di depan pintunya yang besar, entah mengapa rasanya seperti
pulang ke rumah.
Berdiri dari depan pintu besarnya aku dapat melihat sebuah meja
dari batu yang lebar kokoh diselimuti kain putih berenda cantik dan dihiasi 2
buah lilin putih berukuran sederhana di sudut-sudutnya, sementara di
belakangnya ada sebuah lemari kecil yang ditemani lampu kecil menyala seperti
pelita & diatasnya ada salib tinggi menjulang yang juga dulu sering aku
lihat di gereja tempat aku berkumpul dgn teman2ku.
Hanya saja salib yang ini berbeda karena ada figur seseorang
yang tepatri di depan salib, figur yg terlihat sengsara dengan paku tertancap
di kaki & tangannya, ada mahkota duri dikepalanya yang berdarah & luka
di tubuhnya yg terlihat sangat menyakitkan, namun di raut wajahnya dengan
mata terpejam itu entah mengapa terlihat begitu damai, menyejukkan hati
seolah-olah semua itu bukan sesuatu yang berat, bukan sesuatu yang menyedihkan.
Selain salib itu ada
beberapa patung disana seperti patung-patung di tempat mama selalu mengajakku,
hanya bedanya disini patungnya tdk banyak dan sepertinya patung itu dalam figur
wanita.
Ada patung seorang wanita berdiri dengan tangan dikatup rata 10
jarinya, ada mahkota bintang-bintang dikepalanya, sebuah kalung panjang dari
jalinan manik-manik bulat ditangannya & bunga mawar dikakinya.
Lalu di sisi lainnya ada sebuah patung lagi yang dipahat
membentuk seorang wanita yang merentangkan tangannya seperti seorang ibu
hendak memeluk anaknya tanpa mahkota dengan kakinya menginjak kepala seekor
ular. Selain itu ada foto seperti lukisan yang tertempel di bingkai besar gambar
wanita bermahkota sedang menggendong seorang anak kecil.
Bangunan yang disebut gereja ini sungguh berbeda dari yang
tempat yg sering kudatangi bersama teman-temanku di tempat dahulu. Orang-orang
yg datang mencelupkan jarinya di air yg tersedia dalam mangkok kecil di samping
pintu sedikit berlutut dan membuat tanda dari kepala ke dada dan ke kedua bahu,
semua ini sungguh baru buatku tapi tidak tahu mengapa rasanya tidak asing,
seperti pulang ke rumah.
Tetanggaku mengatakan bahwa ini adalah Gereja Katolik dan
perjalanan imanku dimulai dari hari itu, ketika aku berdiri di depan pintu
Gereja Katolik dengan perasaan tak asing dan rasa seperti “I am Home”.
Apakah setelah itu hidupku dari seorang anak kecil di belahan
benua asing menjadi lebih mudah? Akan kujawab tidak, nanti jika ada lain
kesempatan akan kuceritakan. Namun yang pasti seiring waktu aku tahu yang perlu
aku lakukan adalah percaya saja padaNYA segala seuatu selalu indah pada
waktuNYA.
“Be Gratefull, for today’s problem is
enough for a day, tomorrow have its own blessing”
Sekadar cerita dari,
Selvestra
Langganan:
Postingan (Atom)
[RENUNGAN] Menjaga Iman di Masa Pandemic
Tanpa PSBB Ketat, ICU RS Corona di Jakarta Diprediksi Penuh 15 September. (Line Today) Mulai Senin Depan Perkantoran di Jakarta Wajib Full W...
-
Pada rapat di bulan November kali ini kami tidak hanya melaksanakan rutinitas rapat bulanan saja, tetapi kami juga melakukan ibadah atau ...
-
Jakarta, 29 Juli 2020 Pada pagi ini aku mendapatkan sebuah kutipan ayat dari kapsul “Words of God” yaitu Mat 24:42 “Karena itu berjaga-jag...
-
1 bulan sudah berlalu sejak Pekan Suci dan syukur kepada Allah kami ucapkan karena telah melaksanakan tugas-tugas selama Pekan Suci tersebut...